BERMAIN adalah aktivitas yang menyenangkan bagi si kecil. Tak hanya itu, bermain juga bisa menjadi sarana belajar yang tidak membosankan. Bagaimana memilih mainan yang edukatif dan aman? Bermain merupakan bagian hidup dari anak-anak yang tidak bisa dipisahkan. Melalui mainan, anak bisa mengekspresikan dirinya. Bermain juga bisa menjadi sarana yang menyenangkan untuk belajar. Nah, agar anak bisa mendapatkan manfaat positif dari aktivitas ini, sebaiknya pilih mainan yang tepat. Psikolog sekaligus play therapist dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI), Dra Mayke Tedjasaputra MSi, menyebutkan, sebelum memutuskan mainan apa yang tepat untuk anak, orangtua harus mempertimbangkan kemampuan bahasa dan motorik si kecil. Selain itu, dalam pemilihan mainan, orangtua tidak boleh asal memberikan mainan kepada anak. ”Sebaiknya orang tua memperhatikan beberapa kategori, seperti mainan berdasarkan usia anak,” ucapnya. (sumber : lifestyle.okezone.com)Pada saat anak beraktivitas dengan mainannya, orang tua juga harus mengetahui tingkat perkembangan mental si buah hati. Pilihlah mainan yang sesuai dengan tingkat belajarnya. Cobalah cari mainan yang akan menantang perkembangan keterampilan, tetapi tanpa membuat anak frustrasi. ”Saat membeli mainan, jangan lupa untuk cek label usia pada setiap kemasan mainan,” sebutnya. Label usia yang terdapat pada kemasan memang berdasarkan pada kemampuan mental dan fisik anak, kebutuhan bermain, minat, dan keamanan. Selain memilih permainan berdasar usia, orangtua sebaiknya memilih permainan yang aman. Tidak ada salahnya untuk membaca dengan baik manual dan label yang ada pada mainan sehingga tidak terjadi kesalahan penggunaan. ”Orangtua harus memastikan bahwa mainan yang diberikan untuk anak, dibuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah pecah sehingga tidak membahayakan, pastikan bahwa mainan tersebut tidak menggunakan cat yang beracun,” ujar Mayke. Bila memungkinkan, belilah mainan yang memiliki standar keamanan internasional pada kemasannya. Mayke mengatakan, mainan yang baik, harus memenuhi 3 aspek, yaitu yang dapat membantu perkembangan fisik-motorik, kognitif (kecerdasan), dan proses emosi- sosial anak. ”Hindari pemberian electronic games pada anak usia prasekolah,” kata Mayke. Memang komputer atau game bisa merangsang aspek kognitif anak karena ia dituntut dapat mengatur strategi untuk menyelesaikan permainan dengan baik sehingga pemecahan masalahnya dapat merangsang kognitifnya. Namun, fisik motorik dan emosionalsosial anak tidak terlatih. ”Anak batita harus dilatih juga perkembangan fisik motoriknya serta emosional-sosialnya sehingga tak canggung lagi jika nanti harus bersosialisasi dengan anak lain. Dengan tidak terampilnya anak dalam kegiatan fisik, maka ia akan tersisih, serba tidak bisa, dan akhirnya berpengaruh pada rasa percaya dirinya,” papar Mayke. Mayke menyarankan agar jangan membelikan mainan berdasarkan gender. Anak lelaki tidak ada salahnya main boneka dan anak perempuan main mobil-mobilan atau pistol-pistolan. Lelaki dan perempuan harus bisa semua. Biarkan anak bebas bermain sehingga anak akan mendapat pengetahuan sebanyak mungkin. ”Ketika anak sedang bermain, orangtua cukup mengamati dari dekat. Ketika anak mengalami kesulitan atau pertengkaran dalam bermain, baru orang tua ikut turun tangan. Sesekali orangtua harus mengomentari atau berdiskusi untuk memancing inisiatif anak sehingga anak merasa dirinya masih diperhatikan,” ungkapnya. Jika mainan yang diberikan sudah tepat, biarkan anak bermain dengan senang. Itu karena bermain memberi banyak manfaat yang baik untuk anak. Berdasarkan sebuah penelitian, waktu bermain anak telah mengalami penurunan dari 40 persen pada tahun 1980-an menjadi 25 persen pada akhir tahun 1990-an. Hal tersebut karena orang tua cenderung memiliki ekspektasi tinggi pada anaknya dan ingin agar anakanak sudah menunjukkan prestasi sejak dini yang tanpa mereka sadari dapat memberikan tekanan pada anak tersebut. Bermain menjadi kunci penting bagi cara belajar anak, termasuk perkembangan kemampuan berpikirnya. Perubahan perilaku bermain menunjukkan perkembangan intelektual, sama seperti peningkatan kompetensi individu. Bermain juga menjadi media bagi individu untuk mempraktikkan apa yang sudah dipelajarinya. Psikolog anak, Muhammad Rizal Psi, mengatakan, bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak. Bermain merupakan media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi, perkembangan emosi, keterampilan sosial, keterampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan kognitif pada anak-anak. Back Home |
Disarankan memakai Mozilla Firefox saat browser.